Wacana Kita - Komunikasi merupakan sebuah proses yang terjadi dalam
kehidupan setiap manusia sehari – hari antar individu sampai menggunakan media
yang biasa dikenal dengan komunikasi massa. Komunikasi bermedia juga
berdasarkan teknologi, pola penyebaran, sampai pada bagaimana khalayak
mengakses media lambat laun semakin berkembang sehingga dikenal dengan media
lama (old media) dan media baru (new media). Paradigma media baru (new media)
cukup menarik karena dalam tatanan di masyarakat justru lebih memudahkan
dbanding media lama (old media). Salah satu bentuk media baru (new media) yang
digunakan pada umumnya di kalangan masyarakat adalah internet dan media sosial.
Disadari atau tidak, komunikasi dalam bentuk media sosial mulai menggeser
perlahan – lahan media lama (old media) dari posisi nyamannya dalam penyampaian
informasi.
Wacana Kita - komunikasi kelompok pemuda zaman now |
Internet dan
media sosial juga dianggap memiliki jangkauan yang cukup luas sebagai media
baru (new media). Dengan semakin dekatnya hubungan internet dengan kaum muda
tidak hanya mempersingkat jarak dalam mengkomunikasikan pesan, teknologi
komputer dan internet juga telah berkembang dan mengeliminasi penggunaan
koneksi kabel, namun tetap memfasilitasi transmisi informasi yang akan
disampaikan ke seluruh dunia. Apalagi dalam Revolusi Industri 4.0, banyak pihak
– pihak meraup untung dan banyak juga kaum yang dikorbankan akibat pergeseran
ideologi gaya hidup. Namun yang cukup menarik dalam mengamati perubahan ini
adalah mayoritas pengambil peran tersebut adalah kaum muda.
Tentu
perubahan demi perubahan yang terjadi di masyarakat global maupun yang terjadi
di Indonesia bisa dipastikan melibatkan generasi muda sebagai pelaku utamanya.
Dalam kajian sosiologi kepemudaan, sudah menjadi tradisi yang begitu lama dalam
beberapa kajian kepemudaan bahwa fokus utama pada kaum muda lebih sebagai
pencipta dan konsumen budaya yang ada.
Pertama, pada kelompok kaum muda jika dibandingkan dari generasi ke generasi mengingatkan bahwa setiap generasi kaum muda memiliki ciri khas sendiri dalam mewarnai zaman tersebut. Kemudian menurut Parker dan Nilan (2013) dalam bukunya Adolescent in Contemporary Indonesia mengatakan bahwa struktur terhadap kaum muda dari masa ke masa memiliki ciri khas yang berbeda – beda. Kita mengetahui bagaimana kuatnya peran pemuda sebagai motor penggerak kemerdekaan ketika Indonesia masih dijajah pada masa kolonial dan berkebalikan pada saat zaman orde lama dan orde baru, yang mana kaum muda diidentikkan sebagai kelompok konsumen saja. Puncaknya, kita melihat pasca reformasi, kaum muda yang identik sebagai kaum hura – hura sedikit terpolarisasi dengan berbagai peran. Ada kamu muda yang memiliki jiwa produktif dalam dirinya namun juga ada kaum muda yang tetap sama seperti orde lama dan orde baru yang hanya bisa mengikuti tren konsumerisme saja.
Pertama, pada kelompok kaum muda jika dibandingkan dari generasi ke generasi mengingatkan bahwa setiap generasi kaum muda memiliki ciri khas sendiri dalam mewarnai zaman tersebut. Kemudian menurut Parker dan Nilan (2013) dalam bukunya Adolescent in Contemporary Indonesia mengatakan bahwa struktur terhadap kaum muda dari masa ke masa memiliki ciri khas yang berbeda – beda. Kita mengetahui bagaimana kuatnya peran pemuda sebagai motor penggerak kemerdekaan ketika Indonesia masih dijajah pada masa kolonial dan berkebalikan pada saat zaman orde lama dan orde baru, yang mana kaum muda diidentikkan sebagai kelompok konsumen saja. Puncaknya, kita melihat pasca reformasi, kaum muda yang identik sebagai kaum hura – hura sedikit terpolarisasi dengan berbagai peran. Ada kamu muda yang memiliki jiwa produktif dalam dirinya namun juga ada kaum muda yang tetap sama seperti orde lama dan orde baru yang hanya bisa mengikuti tren konsumerisme saja.
Kedua,
kelompok kaum muda sebagai peralihan melalui pendekatan secara determenistik
(berdasarkan konsuensi kejadian sebelumnya) yang menganggap bahwa kalngan kaum
muda mengalami tahapan kehidupan yang bersifat universal dan stagnan.
Perspektif ini sependapat dengan konsep strukturalisme yang menegaskan
penyamaan peran untuk menjaga keseimbangan. Pandangan tersebut telah
menciptakan suatu pandangan yang menganggap bahwa transisi kaum muda yang
menekankan pada asumsi psikososial dan biologis terhadap dinamika perkembangan
yang kemudian berefek pda ketergantungan kebijakan dan intervensi kaum dewasa
untuk memastikan bahwa pemuda melewati masa yang telah dilampaui sebelumnya
oleh kaum dewasa. Salah satu contohnya aksi yang dilakukan oleh para aktivis
angkatan 45, angkatan 66, dan angkatan 98. Atau kalau melihat pada aktivitas
internasional, kita bisa merujuk pada aktivis Turki.
Ketiga, kaum
muda sebagai creator dan culture consumer. Luvaas (2009) menjelaskan mengenai
masuknya peran kaum muda terhadap nilai globalisasi, misalnya fenomena kaum
muda sebagai inspirator dalam membuat arus budaya baru. Munculnya fenomena –
fenomena goyang dumang, goyang itik, gangnam style tak lepas dari besarnya
peran kaum muda. Dalam penelitian lain, Nilan (2006) mengemukakan bahwa
terdapat hubungan yang erat antara budaya lokal dan global, sehingga
memunculkan budaya yang bersifat hybrid salah satunya diantara kaum muda muslim
di Indonesia (Luvass, 2009 dan Nilan, 2006 dalam Widhyharto, 2014). Hal ini
juga sebagai bagian dari strategi kaum muda dalam menghadapi derasnya arus
globalisasi, serta menunjukkan bahwa kaum muda mampu menjadi langkah dalam
memilih dan memilih budaya yang kritis. Ketiga macam perspektif tersebut
menegaskan dinamika kaum muda dalam merespons perubahan di era globalisasi.
Post a Comment